Apa itu Hukum Siber ?
Cyber law yang diterima semua pihak adalah milik
Pavan Dugal dalam bukunya
Cyberlaw The Indian Perspective (2002).Disini Dugal mengatakan bahwa Hukum Siber adalah istilah umum yang menyangkut semua aspek legal dan peraturan Internet dan juga World Wide Web. Hal apapun yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas para pengguna Internet aktif dan juga yang lainnya di dunia siber, dikendalikan oleh Hukum Siber.
Aspek Hukum Siber :
1. Aspek Hak Cipta
Hak cipta yang sudah diatur dalam
UU Hak Cipta. Aplikasi internet seperti website dan email membutuhkan perlindungan hak cipta. Publik beranggapan bahwa informasi yang tersedia di internet bebas untuk di-download, diubah, dan diperbanyak. Ketidakjelasan mengenai prosedur dan pengurusan hak cipta aplikasi internet masih banyak terjadi.
2. Aspek Merek Dagang
Aspek merek dagang ini meliputi identifikasi dan membedakan suatu sumber barang dan jasa, yang diatur dalam UU Merek.
3.Aspek Fitnah dan Pencemaran Nama Baik
Hal ini meliputi gangguan atau pelanggaran terhadap reputasi seseorang, berupa pertanyaan yang salah, fitnah, pencemaran nama baik, mengejek, dan penghinaan.
4. Aspek Privasi
Di banyak negara maju dimana komputer dan internet sudah diaskes oleh mayoritas warganya, privasi menjadi masalah tersendiri. Makin seseorang menggantungkan pekerjaannya kepada komputer, makin tinggi pula privasi yang dibutuhkannya.
5. Asas-asas Yurisdiksi dalam Ruang Siber
Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia. Menurut Darrel Menthe, dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis yuridikasi, yaitu:
- Yurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe)
- Yurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan
- Yurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate)
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku, dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:
- Subjective territoriality: Menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasakan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
- Objective territoriality: Menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di mana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan
- Nationality: Menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
- Passive nationality: Menekankan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
- Protective principle: Menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk menlindungin kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
- Universality : Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain.
Semoga bermanfaat ya Sobat Server.
Mari Belajar, Mari Membaca.
Komentar
Posting Komentar